Rabu, 28 Maret 2012

Pelajaran dari Yogyakarta

Malam kemarin, ketika saya sedang menyantap nasi kucing di angkringan dekat stasiun tugu Yogyakarta. Datang Seorang Pria paruh baya, menawarkan jasa pijat tradisional.

awalnya saya menolak untuk menggunakan jasa beliau, namun tersirat semburat kekecewaan terpampang di wajahnya yang tak lagi muda. Ia pun menawarkan kepada penikmat angkringan lainnya, namun tak seorang pun yang menggunakan jasanya.


Kekecewaan pun tersirat di wajahnya yang menua, rasa lelah yang mendera tanpa pemasukan hari ini pun menjadi teman akrab bapak tersebut. Saya memutuskan untuk memakai jasa beliau dan bertanya tentang perasaan beliau hari ini.

pembicaraan pun berlanjut hingga sesuatu yang lebih privasi, saya bertanya kenapa beliau masih setia menjadi penyalur jasa pijat tradisional keliling. ia menjawab dengan nada halus, "memang menjadi tukang urut tidak ada yang bisa jamin kita akan mendapatkan uang atau tidak hari ini, tapi saya yakin gusti Allah tidak akan meninggalkan hambanya sebatang kara. uang memang penting dalam kehidupan saat ini, tapi saya menjalankan pekerjaan ini, semata-mata untuk memenuhi kewajiban saya sebagai seorang kepala keluarga dan menjalankan semuanya dengan keikhlasan dalam menafkahi keluargasaua"

dari kata-katanya beliau saya mengambil banyak pembelajaran, betapa bergunanya keikhlasan ditengah prahara kehidupan zaman kapitalis ini. terima kasih bapak penyedia jasa pijat tradisional di angkringan Stasiun Kereta Tugu Yogyakarta ilmu dari bapak tidak pernah akan saya lupakan. :)

G+