Kamis, 24 November 2011

Bank Sampah

Mendengar kata Bank, mungkin kita akan berfikir sebuah tempat yang nyaman, bersih, dan transaksi perputaran uang berupa aktivitas menabung, mentransfer maupun mengambil uang, namun hal itu tidak akan kita dapatkan di Bantul. Mengapa demikian? Adalah bank sampah Gemah Ripah, sebuah konsep baru dalam mengatasi sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Terlebih Rumah tangga merupakan produsen sampah terbesar di lingkungan.
Serangan wabah demam Berdarah Dengue (DBD) melanda dusun Bandegan tahun 2008, menggagas Bambang Suwerda mencetuskan ide membuat bengkel kesehatan lingkungan. Dosen Politeknik Kesehatan kementerian kesehatan di Yogyakarta  ini memiliki angan-angan membuat warga di kampungnya melaksanakan pola hidup bersih dan sehat, kepedulian terhadap kebersihan lingkungan yang akan mengurangi kasus wabah DBD di kampungnya.
Awalnya konsep Bambang hanya mengumpulkan dan mengolah sampah menjadi barang yang lebih berguna, namun konsep itu berubah ketika Bambang memutuskan untuk mengadopsi sistem yang diterapkan oleh bank konvensional.
Peringatan dua tahun peristiwa gempa bumi Yogyakarta tahun 2008, menjadi momentum untuk meluncurkan gerakan Bank sampah “Gemah Ripah”.
Anak-anak lebih memiliki kesadaran yang tinggi daripada orang dewasa
Tak mudah untuk merubah kebiasaan masyarakat yang  terbiasa mengolah sampah dengan membakar atau membuangnya kesungai, banyak tanggapan dan respon kurang bersahabat dari warga kampungnya kala itu.
Melihat hal tersebut, Bambang tak patah arang. Ia mendekati tokoh masyarakat setempat untuk ikut terlibat dalam menabung sampah, namun hal tersebut tetap mendapat respon yang kurang menggembirakan karena konsep bank sampah yang ditawarkan oleh Bambang masih membuat warga bingung.
Bambang tak patah semangat, ia pun mulai mengampanyekan untuk mengumpulkan sampah dari keluarga kecil dan kerabatnya terlebih dahulu sebagai pioner dan contoh untuk warga. Bambang tetap mengadakan presentasi kepada warga dan pondok pesantren yang terdapat di dusun Bandegan.
Perjuangan Bambang mendapatkan hasil yang menggembirakan, satu bulan berlalu masyarakat mulai mengumpulkan sampahnya dan mencoba untuk menabungkan sampahnya, hal unik yang terjadi kala itu adalah para pengumpul sampah tersebut adalah anak-anak usia Sekolah Dasar.
Respon positif  anak-anak mengilhami Bambang untuk merubah target audiensinya dari orang tua menjadi anak-anak “ kalo merubah perilau anak-anak untuk hidup bersih dan sehat itu kan lebih mudah karena mereka memiliki kesadaran yang tinggi dari pada orang dewasa” ungkap Bambang Suwerda dengan senyum khasnya.
Bambang beserta beberapa relawannya semakin aktif mengadakan pelatihan dan lokakarya di kampungnya, ia pun kerap hadir dalam kegiatan pengajian dan keagamaan di pondok pesantren untuk mengkampanyekan pola hidup bersih dan sehat melalui kegiatan memilah dan menabung sampah.
Bank sampah yang ia dan rekan-rekanya kelola mulai berjalan dan lebih efektif dari sebelumnya,  kebanyakan nasabahnya adalah anak-anak. Bambang melihat ini sebagai sebuah gerakan yang positif  karena secara tidak langsung anak-anak yang menjadi nasabahnya mendapatkan pelajaran langsung dalam menerapkan aspek moral melalui perilaku pola hidup bersih dan sehat terlebih anak-anak adalah calon pemimpin dimasa mendatang.
BANK SAMPAH GEMAH RIPAH
Bank sampah Gemah Ripah memiliki dua filosofis, pertama diambil dari penggalan flosofis jawa “Gemah ripah loh Jinawi”  kekayaan hasil bumi yang berlimpah yang akan membawa negeri ini menjadi subur, makmur, dan sentosa.  Selain itu Gemah Ripah merupakan singkatan kata Gerakan Memilah dan mengubah sampah.
Sistem yang berjalan dalam bank sampah Gemah Ripah layaknya bank konvensional, namun terjadi perbedaan yang cukup unik. nasabah dapat berupa individu maupun kelompok, dengan pembagian hasil dan proses pengumpulan sampah yan berbeda pula.
Nasabah individu merupakan perorangan yang mengumpulkan sampah dirumah dan menyerahkan kepada teller di kantor bank sampah kemudian sampahnya akan ditimbang dan dicatat oleh teller di buku dan buku penerimaan, terdapat dua lembar kertas dengan warna yang berbeda, warna putih untuk nasabah sebagai bukti menabung sedangkan yang berwarna merah sebagai kertas / kartu kendali.
Sistem bagi hasil pada nasabah individu sebanyak 85% untuk nasabah dan 15% untuk kas bank sampah, dana yang terkumpul digunakan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana bank sampah.
Nasabah kelompok merupakan gabungan dari beberapa individu atau keluarga, nasabah elomok tidk menyerahkan sampahnya ke kantor bank sampah gemah ripah, namun nasabah kelompok mengumpulkan sampahnya di sebuah tempat penampungan, kemudian petugas yang telah ditunjuk oleh bank sampah yang akan mengambil sampah tersebut dan membawanya ke kantor bank  sampah.
Sistem pembagian hasil pada nasabah kelompok sebesar 70% untuk kelompok dan 30% untuk petugas pengambil sampah, pada kedua sistem tersebut pembagian hasil dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Sistem pembagian pun dihitung dari jumlah dan jenis sampah yang diserahkan oleh nasabah baik individu maupun kelompok, bank sampah memperlihatkan harga sampah dari masing-masing jenis da penerimaan dipapan pengumuman, karena sistem keterbukaan dalam mengelola sampah dan dana tetap terjaga antara nasabah dan pengelola bank sampah.
Sampah bisa menjadi barang yang bernilai tinggi
Bank sampah gemah ripah tidak menyalurkan seluruh hasil sampah kepada pengempul sampah, terdapat beberapa nasabah dan anggota bank sampah gemah ripah yang mengubah saapah yang terkumpul menjadi barang kebutuhan ruah tangga, kaos ,cendera mata, buku catatan, tas tahan air, hingga replika burung garuda.
Pengerajin mendapatkan pendampingan selama 3 bulan untuk megubah sampah gabus (steoroform) menjadi barang – barang bernilai ekonomis tinggi, hasil arya terbesarnya adalah maskot bank sampah gemah ripah, (replika tokoh Pinokio memegang pengki dan sapu lidi)  berdiri kokoh di depan kantor bank sampah gemah ripah
Hasil kerajinan daur ulang  pengerajin bank sampah gemah ripah terdapa tak jauh dari kantor bank sampah, sebuah distro kerajinan bank sampah yang menarik pengunjung untuk membeli hasta karya warga dusun bandegan. Banyak turis manca negara yang berkunjung ke bantul untuk mendapatkan hasta karya tersebut untuk menjadi cendera mata di negara asalanya, terkadang banyak pesanan dari luar jawa dan luar negeri untuk mendapatkan hasta karya dyang terdapaty di distro Bank sampah geah ripah
Bambang suwerda pun menulis buku praktis untuk mengolah sampah dan managemen penolahan bank samoah.
Mengubah pemulung menjadi pengempul
Jumlah nasabah bank sampah bertambah secara berlaka setiap minggunya, saat ini tercatat sebanyak 248 KK menjadi nasabah individu bank sampah Gemah Ripah, tak hanya warga dusun bandegan yang menjadi nasabahnya, namun beberapa nasabah tercatat berdomisili diluar desa bandegan. “kami tidak membatasi nasabah dari dusun bandegan saja, tapi dari luar dusun juga bisa. Karena tujuan awal kita mendirikan bank sampah untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat daam kegiatan sehari-hari” ungkap Bambang.
Dengan jumlah nasabah yang cukup besar, bank sampah gemah ripah awalnya melaksanakan panen setiap bulan, namun saat ini setiap dua minggu bank sampah melaksanakan panen sampah. Bank sampah gemah ripah mendapatkan 500  ribu sampai 700 ribu setiap panennya.
Bank sampah gemah ripah memiliki andil yang besar dalam meningkatkan taraf hidup pemulung di wilayah Bantul, dengan kondisi warga yang sudah sadar untuk menabung sampah, tak lagi kita jumpai pemulung yang berada di wilayan dusun Bandegan. Mereka tidak lagi menjadi pemulung seperti sebelumnya, namun saat ini mereka telah menjadi pengempul sampah.
Ketika masa panen sampah tiba bank sampah harus mencari tempat untuk menjual sampah yang terkumpul, mengingat banyak pemulung yang memiliki jejaring untuk menjual sampah, bank sampah mengajak para pemulung yang biasa beroperasi diwilayah dusun bandegan menjadi pengempul sampah, “kami ingin mengurangi jumlah pemulung menjadi banyak pengempul proyek dengan harapan adanya bank sampah ini, kami tidak merugikan pemulung, justru pemulung jadi lebih sejahtera”.  Ungkap bambang dengan sedikit tertawa.

Lebih banyak Bank Sampah di Indonesia

Konsep bank sampah gemah ripah merupakan konsep pertama di Indonesia dalam pengolahan sampah, saat ini banyak daerah di Indonesa yang belajar dan mengikuti konsep bank sampah gemah ripah,  melihat hal itu bambang mengungkapkan rasa bahagia ketika ada daerah lain yang mengikuti konsep bank sampah, karena dengan bank sampah terdapat nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang timbul.

Tren membuat bank sampah telah menjamur di negeri ini, seperti terlihat di beberapa wilayah di Jawa tengah dan Jakarta, mereka belajar konsep tersebut dari bank sampah gemah ripah dan mengadopsi di wilayah masing-masing, “kami menerima jika ada teman-teman yang ingin belajar dan mengadopsi konsep bank sampah di tempat lain, saya merasa sangat bahagia jika ada bank sampah baru yang beroperasi”.

Selain bank sampah, Bambang Suwerda memiliki program lain, pembuatan pupuk kompos dan air bersih untuk  Bantul dan sekitarnya, mengingat Bambang Suwerda ikut terlubat dalam operasi tanggap darurat bencana saat gempa mengguncang Yogyakarta dalam bidang Water and Sanitation bersama Palang Merah Indonesia tahun 2006.

Harapan jangka panjang Bambang Suwerda adalah dusun bandegan dapat menjadi daerah wisata kesehatan lingkungan satu-satunya di Indonesia, dan Bank sampah gemah ripah dapat berbadan hukum dimana relawan yang bertugas di bank sampah mendapatkan gaji atas jasa-jasanya mengubah perilaku masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

G+

Tidak ada komentar :

Posting Komentar